Senin, 06 Februari 2012

KOLORIMETRI




I.             TUJUAN
1.      Mempelajari beberapa metoda kolorimetri
2.      Menerapkan metoda Silinder Hehner dan Bajerum Comparator dalam penentuan kadar ion Cu++
3.      Menentukan konsentrasi Cu++ dalam larutan/cuplikan tugas

II.          TEORI

Penyerapan sinar tampak atau sinar ultraviolet oleh suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul tersebut dari tingkat energi dasar (ground state) ke tingkat energi yang lebih tinggi (excited state). Proses ini mela-lui 2 tahap :
                                    Tahap 1 :    M + h n                       M*
                                    Tahap 2 :    M*                              M + kalor
    Umur molekul yang tereksitasi (M*) ini sangat pendek (10-8 s/d 10-9 detik) dan molekul kembali ke tingkat dasar lagi (M). Proses diatas disebut reaksi fotometri.
    Absorbsi sinar UV atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang absorbsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada pada molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul berharga untuk mengindentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul. Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan ultra violet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang mengandung gugus-gugus pengabsorbsi.
    Persyaratan larutan yang harus dipenuhi untuk absorbsi sinar tampak adalah larutan harus berwarna. Oleh karena itu metoda spektroskopi sinar tampak disebut juga dengan metoda kolorimetri dan alatnya disebut dengan kolorimeter. Kolorimeter didasarkan pada perubahan warna larutan yang sebanding dengan perubahan konsentrasi komponen pembentuk larutan. Oleh karena itu aspek kuantitatif merupakan tujuan pengukuran dengan metoda ini.
    Larutan sampel yang tidak berwarna atau warnanya lemah dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan pereaksi yang dapat menghasilkan warna. Contohnya adalah larutan nitrit dibuat berwarna dengan pereaksi sulfanilamida dan N-(1-naftil)-etilendiamin.
    Lebih jelasnya, kolorimetri didefinisikan sebagai suatu metoda analisa yang didasarkan pada kesamaan warna yang antara larutan sampel dengan larutan standar, dengan menggunakan sumber cahaya polikromatis dan mata sebagai detektor. Kesamaan warna pada metoda kolorimetri tercapai apabila jumlah molekul penyerap kedua larutan persis sama.
Kolorimetri terbagi atas 2 metoda, yaitu :
a. Kolorimetri visual, menggunakan mata sebagai detektor.
b. Fotometri, menggunakan fotosel sebagai detektornya.
Metoda kolorimetri visual merupakan metoda yang konvensional dan sudah jarang digunakan karena tidak akurat. Hal ini disebabkan karena mata hanya sebagai detektor untuk melihat kesamaan warna, bukan sebagai alat ukur intensitas absorbsi.
Metoda kolorimetri visual adalah sebagai berikut :
·         Tinggi larutan konstan (Constant Depht Methods), terbagi menjadi dua metoda.
            1.  Tabung Nessler 
      Pada metoda ini digunakan beberapa tabung reaksi berbentuk silinder. Masing-masing tabung diisi dengan larutan standar dengan konsentrasi terukur dan bervariasi dengan tinggi larutan yang sama. Tabung ini disusun pada rak tabung bercat hitam yang tidak mengkilat, agar tidak memantulkan sinar yang datang pada tabung. Kemudian larutan sampel dengan tinggi yang sama diletakkan di sela tabung-tabung tersebut dan bandingkan warna larutan standar dan sampel dengan melihat dari atas tabung (vertikal). Jika ada warna larutan standar yang sama dengan sampel, berarti konsentrasi sampel sama dengan larutan standar tersebut. Atau jika warnanya berada diantara 2 warna larutan standar yang berdekatan, berarti konsentrasi sampel berada dalam range dari konsentrasi kedua larutan tersebut.
2.   Bajerum Comparator
Pada alat ini, untuk mencapai kesamaan warna antara larutan sampel dengan larutan standar dilakukan dengan cara menggeser larutan sampel disepanjang skala yang berada di atas bajerum.
Bajerum comparator ini merupakan suatu kotak transparan persegi panjang yang dibagi dua menurut diagonal bidangnya. Bagian depan dimana skala tertera, diisi dengan larutan standard an bagian lainnya diisi dengan blanko. Pengamatan dialakukan dari bagian depan (horizontal).
·         Tinggi larutan berbeda (Variable Depth Methods), terbagi menjadi dua metoda
1.   Tabung Herner 
Tabung Herner berupa sepasang silinder dengan keran untuk mengeluarkan larutan dari dalam silinder yang warna larutannya lebih pekat sehingga tingginya berubah, agar didapatkan warna yang sama pada kedua silinder.
2.   Kolorimeter Dubosq 
Pada alat ini kesamaan warna didapatkan dengan cara mengatur tinggi rendahnya pemberat (plunger), agar tinggi larutan dalam bejana berubah sehingga didapatkan intensitas warna yang sama pada spiltfield.
Syarat-syarat warna pada metoda kolorimetri antara lain :
a. Warna yang terbentuk harus stabil dan merupakan fungsi dari konsentrasi.
b.   Reaksi pewarnaan harus selektif.
c.   Larutan harus transparan.
d.   Reproducibilty (ketepatan ulang yang tinggi).
III.       PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
·   Seperangkat alat Silinder Herner.
·   Seperangkat alat Bajerum Comparator.
·   Buret.
·   Labu ukur.
·   Pipet tetes.
·   Botol semprot.
·   Gelas piala.
·   Larutan Cu++ 1000 ppm.
·   Aquadest.
·   NH4OH 1 : 1.
3.2 Cara Kerja
A.     Metoda Silinder Hehner
o   Dibuat 25 ml larutan standar 100 ppm dari larutan Cu++ 1000 ppm dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan NH4OH 1 : 1 serta diencerkan sampai tanda batas. Disiapkan dua buah.
o   Dengan bantuan slang dan pipa U diisap larutan tersebut ke dalam gelas ukur I sehingga membentuk sistem bejana berhubungan.
o   Diisikan larutan tugas sebanyak 50 cc pada gelas ukur II/silinder sampel
o   Dilakukan pengamatan secara vertikal terhadap kedua larutan. Untuk mendapatkan kesamaan warna dilakukan dengan mengatur tinggi rendahnya larutan standar, dengan latar belakang warna putih.
o   Jika telah tercapai kesamaan warna, maka ukurlah ketinggian larutan standar. Konsentrasi sampel didapatkan dengan persamaan : l1 x C1 = l2 x C2

B.     Metoda Bajerum Comparator
o            Dimasukkan larutan standar pada sisi bajerum bahagian depan dan sisi belakangnya larutan blanko pada ketinggian sama.
o      Dimasukkan larutan sampel ke dalam wadahnya sebanyak 2/3 bagian
o      Ditempatkan wadah sampel pada bagian atas Bajerum Comparator
o      Dilakukan pengamatan secara horizontal, lalu digeser kedudukan sampel sedemikian rupa hingga didapat ketepatan warna pada sisi atas atau bawah dengan latar belakang warna putih.
o      Setelah didapat kesamaan warna, dibaca posisi skala dan konsentrasi tugas dan dinyatakan sebagai berikut :
Cx = nilai skala/20 x C standar

DAFTAR PUSTAKA


Kennedy.John. 1986. ANALYTICAL CHEMISTRY PRINCIPLE. Harcount Grace Javanovich Publisher : New York.
Underwood, A.L. dan R.A. Day. 1999. ANALISA KIMIA KUANTITATIF. Edisi ke-5. Erlangga : Jakarta. Hal 490 – 542.
Vogel. 1994.  KIMIA ANALISIS KUANTITATIF ANORGANIK. Edisi ke-4. Penerbit EGC : Jakarta. Hal. 243 – 253. 

FLAME FOTOMETER



I.             TUJUAN
a.             Mempelajari dan memahami prinsip kerja flame fotometer
b.            Menentukan konsentrasi larutan tugas dengan metoda flame fotometer.

II.          TEORI

Flame fotometer adalah suatu metoda analisa yang berdasarkan pada pengukuran besaran emisi sinar monokromatis spsifik pada panjang gelombang tertentu yang di pancarkan oleh suatu logam alkali atau alkali tanah pada saat berpijar dalam keadaan nyala.
Besaran Intensitas sinar pancaran ini, ternyata sebanding dengan tingkat kandungan unsur dalam larutan, sehingga metoda flame fotometer digunakan untuk tujuan kuantitatif dengan mengukur Intensitasnya secara relatif. Metoda ini menggunakan foto sel sebagai detektornya dan pada kondisi yang sama digunakan gas propana atau elpiji sebagai pembakarnya untuk membebaskan air sehingga yang tersisa hanyalah kandungan logam.
Atomizer adalah bagian dari alat pada flame fotometer untuk merubah sampel dari suatu larutan menjadi suatu aerosol atau kabut yang kemudian masuk kedalam nyala. Proses ini merupakan proses yang paling penting dalam menentukan hasil dari analisa nyala. Untuk mendapatkan nyala yang tetap maka pembakar harus disuplay dengan bahan bakar dan oksigen/udara dengan tekanan yang tetap
Prinsip dari flame fotometer ini adalah pancaran cahaya elektron yang diemisi dari keadaan tereksitasi dan kemudian kembali ke keadaan dasar. Keadaan tereksitasi ini terjadi apabila elektron dari atom netral keluar dari orbitalnya menuju orbital yang lebih tinggi. Proses eksitasi berlangsung dengan waktu yang relatif sangat singkat sekali. Sesaat setelah tereksitasi, elektron tersebut akan kembali ke keadaan dasarnya dan proses ini dinamakan emisi. Dalam keadaan teremisi inilah elektron tesebut akan memancarkan sejumlah sinar monokromatis tertentu. Dalam keadaan berpijar, logam-logam tertentu akan menghasilkan pijaran warna tertentu pula. Kita mengenal bahwa Natrium akan menghasilkan pijaran warna kuning, Kalium memancarkan sinar ungu sedangkan Litium akan memancarkan sinar merah.
Flame fotometer memiliki beberapa instrumen yang digunakan untuk tujuan analisa kuantitatif, diantaranya adalah :
Ø  Filter flame fotometer
Filter flame fotometer menggunakan filter pada monokromatornya dan analisa terbatas hanya untuk unsur Na, K dan Li
Ø  Spektro flame fotometer
Pada spektro flame fotometer yang berfungsi sebagai monokromatornya adalah pengatur panjang gelombang baik prisma atau kisi difraksi dan digunakan untuk analisa unsur K, Ca, Mg, Sr, Ba, dll.

Beberapa metoda yang dilakukan untuk analisa secara flame fotometri :

1. Cara intensitas langsung (Direct Intensity Method)
2. Cara standar dalam (Internal standar method)
3. Cara adisi standar atau cara penambahan standar

Gangguan-gangguan dalam fotometri menurut sumber dan filtratnya:

Ø  Gangguan Spectral
Yaitu gangguan yang di sebabkan oleh unsur-unsur lain yang terdapat bersama dengan unsur yang akan dianalisa. Gangguan ini disebabkan karena penggunaan filter untuk memilih l yang akan diukur intensitasnya.
Misalnya : spektrum pita dari Ca(OH)2 akan mengganggu pancaran sinar Na pada panjang gelombang 550 nm. Gangguan tersebut dapat dihilangkan dengan mempertinggi pemisahan cahaya atau mengatur band width.

Ø  Gangguan dari sifat fisik larutan
Variasi sifat fisik dari larutan dapat memperkecil atau membesar intensitas sinar yang akan dianalisa, sehingga intensitas yang terbaca tidak sesuai dengan konsentrasi yang akan dianalisa, seperti :
1. Visikositas
Makin besar visikositas dari suatu larutan yang dianalisa, makin lambat larutan tersebut mencapai nyala. Sehingga intensitas pancaran pada alat akan semakin kecil dan tidak sesuai dengan konsentrasi unsur yang kita analisa.
2. Tekanan uap dan permukaan larutan.
Sifat ini akan mempengaruhi ukuran besar kabut. Kabut dengan ukuran besar akan sedikit mecapai nyala, sehingga intensitas yang terbaca pada alat akan lebih kecil dari nilai yang sebenarnya.
Ø  Gangguan ionisasi
Gangguan ini disebabkan karena menggunakan suhu nyala yang lebih tinggi. Logam alkali dan alkali tanah yang mudah terionisasi, akibat dari adanya ionisasi akan mengurangi jumlah atom netral. Akibatnya intensitas dari spektrum atom akan berkurang dan tidak sesuai dengan konsentrasi yang akan kita amati.
Nyala yang dihasilkan dari campuran oksigen dan gas akan mempunyai energi yang dapat mengionisasi logam alkali dan alkali tanah hal ini menggakibatkan terjadinya penurunan jumlah atom yang akan diekstraksi. Adanya atom yang lebih mudah terionisasi akan memberikan sejumlah elektron kedalam nyala sehingga akan mendesak ion menjadi atom.
Ø  Gangguan dari anion-anion yang ada dalam larutan logam.
Pada umumnya sinar dari emisi unsur-unsur akan lebih rendah apabila jumlah asam yang relatif tinggi gangguan anion ini tidak akan nyata bila kadarnya lebih rendah dari 0,1M diatas kepekatan tersebut asam sulfat, nitrat dan fosfat akan memberikan akibat pada penurunan sinar emisi logam.

III.       PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan
Peralatan flame fotometer
Labu ukur
Buret
Pipet gondok
Larutan standar Na 1000 ppm
Larutan standar K 1000 ppm
Aquades
3.2 Cara Kerja
1.      Diencerkan larutan standar induk 1000 ppm Kalium menjadi 50 ppm masing-masing sebanyak 100 mL
2.      Dibuat deret larutan Kalium 0; 1; 2; 4; 7;10 ppm dengan mengencerkan larutan standar 50 ppm pada labu ukur 50 mL
3.      Diminta larutan tugas dengan menyerahkan labu ukur 50 mL dengan label nama pratikum, lalu diencerkan sampai batas dengan aquades.
4.      Dihubungkan alat flame fotometer dengan tabung gas bahan bakar yakni propana ataupun gas elpiji, serta instalasi jaringan listrik dihidupkan kompresornya.
5.      On kan power, tekan tombol ignitor sampai didapatkan hidup nyala api pada burnernya. Diatur nyala burner menjadi kerucut biru dengan mengatur tombol fuel.
6.      Dipasangkan posisi monokromator pada filter Kalsium, disiapkan deret larutan standarnya.
7.      Diaspirasikan larutan blanko, lalu atur tombol Blank sampai di dapatkan pembacaan indikator alat menunjukan tepat pada nilai 0,00.
8.      Diganti dengan larutan standar tertinggi dari dereten standar. Atur tombol sensitifity dalam hal ini tombol fine sampai didapatkan penunjukan indikator tepat pada skala 100.
9.      Dibilas kapiler dengan aquades, lalu kembali diukur larutan blanko. Indikator harus menunjukkan posisi 00, jika sedikit bergeser, tepatkan kembali dengan memutar tombol blank. Kini alat telah dalam kondisi set.
10.    Dilakukan pengukuran terhadap seluruh deretan larutan standar, dimulai dari konsentrasi terendah.
11.    Dilakukan pula terhadap larutan tugas
12.    Dibuat kurva kalibrasi standart Kalium dengan bantuan kurva kalibrasi standart dan  ditentukan kadar Kalium dari larutan sampel/tugas 

DAFTAR PUSTAKA


Brink, O. G. et al. 1983. DASAR-DASAR ILMU INSTRUMEN. Bina Cipta : Bandung. Hal 183 – 203.
Hendava, Dr. Sumar, dkk. 1994. KIMIA ANALITIK INSTRUMEN. IKIP Semarang : Semarang. Hal 139 – 143.
Khopkar, S.M. 1990. KONSEP DASAR KIMIA ANALISA. Universitas Indonesia : Jakarta. Hal 245 – 246.

SPEKTROFOTOMETRI




I.                   TUJUAN
a.       Mempelalajari dan memahami peralatan spektrofotometri.
b.      Mempelajari dan memahami sifat serapan suatu larutan terhadap variasi panjang gelombang.
c.       Analisis campuran dua komponen dalam larutan dengan spektrofotometri.

II.                TEORI

Spektrofotometri adalah suatu metoda analisa yang didasarkan pada penyerapan sinar oleh larutan. Alat yang dapat melakukan hal ini harus memiliki lima komponen dasar, yaitu : sumber cahaya, prisma atau kisi difraksi, celah masuk, detektor (tabung fotoelektris) dan detektor.
Bila seberkas sinar polikromatis melewati kisi difraksi maka sinar tersebut akan diuraikan menjadi sinar monokromatis sesuai dengan warna dan panjang gelombangnya. Warna yang kita inginkan dapat kita peroleh dengan cara menggeser atau merubah posisi kisi difraksi. Kemudian sinar monokromatis tadi akan melewati celah (exit slit) dan terus mengenai phototube, dimana pada phototube ini akan dihasilakan arus listrik yang besarnya sebanding dengan jumlah foton sinar monokromatis yang mengenainya. Bila suatu meter digital dihubungkan pada alat photometer tadi maka arus listrik yang dihasilkan tersebut dapat kita ukur. Skala meter tadi umumnya dikalibrasi dengan dua cara, yaitu :
a.       Persen transmitan, dengan rentang skala dari 0 % sampai 100 %.
b.      Absorban atau optical density, dengan rentang skala dari 0 s/d 2.
Perbedaan-perbedaan antara spektrofotometer dengan filter fotometer lainnya dapat dilihat pada tabel berikut :


No.
Perbedaan
Spektrofotometer
Filter fotometer lainnya
1.
Daerah spektrum elektromagnetik
Sinar tampak, sinar UV (200-380 nm) maupun infra merah (750 nm)
Hanya dapat digunakan unutuk spektrun sinar tampak (380-750 nm)
2.
Sumber sinar
Lampu deuterium (UV), pemijar Nerst (IR) lampu kawat wolfram (visibel)
lampu kawat wolfram (visibel)
3.
Alat pemilih pita
Kisi difraksi dan prisma
Filter
4.
Alat detektor sinar
Tabung foton hampa (vaccum phototube)
Fotosel atau lapisan penghalang
5.
Bahan pembuat sel atau kuvet
Kaca (visibel), kristal garam (IR) dan kuarsa (UV)
Kaca
6.
Kegunaan
Analisa kuantitatif dan kualitatif
Analisa kuantitatif

Hukum Lambert-Beer


Jika seberkas sinar melewati suatu larutan maka sebagian dari sinar tersebut akan diserap (absorbsi) oleh larutan dan sebagian yang lainnya akan diteruskan (ditransmisikan). Perbandingan antara sinar datang (Io) dengan intensitas sinar yang diteruskan (It) pada suatu panjang gelombang (l) disebut dengan transmitan (T). Transmitan biasanya dinyatakan dengan % T. Absorban (A) suatu sampel adalah nilai negatif dari logaritma transmitan :

                  % T = (Io/It) x 100
A      = - log (T)
Nilai absorban suatu sampel pada panjang gelombang tertentu adalah sebanding dengan absortivitas zat (konstan untuk setiap panjang gelombang), panjang lintasan yang dilalui oleh sinar melewati larutan sampel dan konsentrasi zat atau komponen yang dilaluinya. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai :
                  A     = a . b . c
A : Absorban
a  : absortivitas molar zat
b  : panjang lintasan (ketebalan larutan yang dilewati oleh sinar)
c  : konsentrasi
Umumnya a dan b bersifat konstan sehingga plot dari absorban sampel vs konsentarsi dari zat yang menyerap adalah berupa garis lurus. Dalam praktik, sebuah kurva kalibrasi dibuat dengan memplot absorban dari sederatan larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Jika absorban dari suatu sampel yang tidak diketahui diukur maka konsentrasinya dapat ditentukan dengan bantuan grafik tersebut.
Untuk analisis larutan yang terdiri dari campuran dua komponen harus memenuhi syarat-syarat berikut :
a.       komponen-komponen dalam larutan tidak boleh saling bereaksi
b.      penyerapan komponen-komponen tersebut tidak sama
c.       komponen harus menyerap pada panjang gelombang tertentu.
Secara matematis analisis campuran dua komponen dinyatakan sebagai berikut :

A1     = ax1 . b . cx + ay1 . b . cy

A2     = ax2 . b . cx + ay2 . b . cy


A1 : serapan campuran pada panjang gelombang maksimum pertama
A2 : serapan campuran pada panjang gelombang maksimum kedua
C   : konsentrasi larutan.


Keuntungan alat spektrofotometer untuk keperluan analisis kuantitatif antara lain adalah :

a.      Dapat digunakan secara luas.
Baik untuk penentuan senyawa organik maupun senyawa anorganik, baik pula yang berwarna ataupun tidak berwarna dengan syarat bila larutan tidak berwarna maka harus direaksikan terlebih dahulu dengan reagen tertentu atau reaksi kimia tertentu.
Catatan : molekul harus dibuat berwarna karena penyerapan dilakukan oleh larutan berwarna dengan cara menambahkan reagen tertentu, dengan syarat :
1.      Reaksi zat yang ditentukan tersebut harus selektif (reaksinya      spesifik)
2.      Reaksinya harus berlangsung dengan cepat.
3.      Warna yang dihasilkan harus stabil.
4.      Warna tersebut sangat dipengaruhi oleh pH.
b.      Mempunyai kepekaan yang tinggi.
Dapat mendeteksi senyawa yang memiliki konsentrasi hingga 10-7 M
c.       Sangat selektif.
Dapat menentukan suatu komponen tanpa pemisahan dengan mengatur kondisi.
d.      Pengerjaan mudah dan cepat.
Bisa mendeteksi 5-10 cuplikan/menit.

III.             PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan
      Alat     a. Spektronik-20
                  b. Kuvet
                  c. Pipet hisap
                  d. Buret
      Bahan a. Metil blue 0,05 %
                  b. Metil red 0,05 %
                  c. HCl 0,1 N
                  d. Aquades
3.2 Cara Kerja

A.  Pembuatan larutan standar

1.  Dipipet 1 mL larutan metilen blue 0,05 % ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan HCl 0,1 N sampai tanda batas.
2.  Dipipet 1 mL larutan metil red 0,05 % ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan HCl 0,1 N sampai tanda batas.
3.  Diukur transmitan kedua larutan pada panjang gelombang 400 nm sampai dengan 600 nm dengan beda 10 nm.
4.  Disisipkan pengukuran dengan beda 5 nm pada daerah panjang gelombang serapan maksimumnya, dari data pengukuran tentukan nilai panjang gelombang serapan maksimum masing-masing komponen tersebut.

B.  Cara pemakaian alat

1.      Disambungkan alat spektronik-20 dengan arus listrik, hidupkan dengan menggunakan tombol A. Biarkan alat tersebut hidup selama 30 menit.
2.      Pada keadaan tempat sampel (D) berada dalam keadaan kosong dan tertutup, putar tombol set zero (A) sampai alat menunjukkan angka 0% pada skala transmitan.
3.      Diatur panjang gelombang yang kita inginkan dengan memutar tombol C.
4.      Kemudian dimasukkan kuvet yang berisi blanko ke dalam tempat sampel (D) tadi dengan cara memperhatikan agar tanda putih yang terdapat pada kuvet harus disejajarkan dengan tanda yang terdapat dalam tempat sampel. Perlu diingat bahwa kuvet yang dimasukkan harus berada dalam keadaan bersih dan bebas dari segala macam kotoran. Untuk itu kita harus melap terlebih dahulu kuvet tersebut.
5.      Diputar tombol 100% T (B) sampai alat menunjukkan angka 100% pada skala transmitan.
6.      Kemudian dikeluarkan kuvet yang berisi blanko tadi dan ganti dengan kuvet yang berisi sampel yang akan kita ukur (metilen blue dan rhodamin-B).
7.      Dibaca skala %T yang ditunjukkan oleh alat.
8.      Diulangi prosedur ini berulang kali dengan memvariasikan panjang gelombang, dengan cara mengulangi langkah pada poin 2 sampai 7 untuk setiap penentuan nilai absorban pada panjang gelombang yang kita inginkan.


 DAFTAR PUSTAKA


Brink, O. G. et al. 1983. DASAR-DASAR ILMU INSTRUMEN. Bina Cipta : Bandung. Hal 183 – 203.
Hendava, Dr. Sumar, dkk. 1994. KIMIA ANALITIK INSTRUMEN. IKIP Semarang : Semarang. Hal 139 – 143.
Khopkar, S.M. 1990. KONSEP DASAR KIMIA ANALISA. Universitas Indonesia : Jakarta. Hal 245 – 246.

TURBIDIMETRI



I.             TUJUAN
·         Mempelajari sifat kekeruhan/turbidan dari suatu cairan.
·         Menentukan konsentrasi larutan sampel secara turbidimetris.

II.          TEORI
Turbidimetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada pengukuran kekeruhan atau turbidan dari suatu larutan akibat adanya partikel padat dalam larutan setelah sinar melewati suatu larutan yang mengandung partikel tersuspensi. Artinya turbidimetri adalah analisa yang berdasarkan hamburan cahaya. Hamburan cahaya terjadi akibat adanya partikel yang terdapat dalam larutan. Partikel ini menghamburkan cahaya ke segala arah yang mengenainya.

   Dalam turbidimetri digunakan larutan yang berupa koloid atau tersuspensi. Larutan jernih dapat diukur dengan metoda ini dengan jalan memberikan emulgator untuk mengemulsi larutan. Larutan tersuspensi atau koloid mengandung partikel yang berukuran 10-10 cm. Ukuran partikel ini biasanya dapat dilihat dengan mata.
Hamburan yang terukur pada alat turbidimetri adalah hamburan yang diteruskan atau yang membentuk sudut 1800. Sedangkan hamburan yang membentuk sudut 900, hamburannya terdeteksi oleh alat Nefelometer.
   Sinar yang dihamburkan oleh partikel terlarut dalam suatu larutan ada berbagai macam yaitu ;
1.      Hamburan Reylegh
Yaitu hamburan sinar oleh molekul-molekul yang diameternya jauh lebih kecil dari sinar yang dihamburkan. Intensitas sinar yang terpancar sebanding dengan satu per panjang gelombang berpangkat empat.
2.      Hamburan Tyndall
Yaitu hamburan sinar yang diameter molekul-molekulnya lebih besar dari sinar yang dihamburkan. Pada hamburan Reylegh dan hamburan Tyndal tidak terjadi perubahan frekuensi sinar datang dengan sinar yang dihamburkan.
3.      Hamburan Raman
Yaitu hamburan yang dapat mengubah frekuensi antara sinar yang datang dengan sinar yang dihamburkan.
Proses hamburan cahaya yang mengenai partikel dalam larutan dipengaru-
hi oleh banyak faktor yaitu :
1.      Konsentrasi cuplikan.
Jika konsentrasi terlalu kecil maka partikel yang terbentuk juga akan kecil. Partikel yang kecil akan sedikit menghamburkan sinar sehingga akan susah terbaca
2.      Konsentrasi emulgator.
Konsentrasi emulgator yang dimaksud disini adalah perbandingan anatara konsentrasi dengan emulgator. Jika perbandingannya terlalu kecil, koloid yang terbentuk terlalu kecil sehingga susah terbaca oleh  alat. Namun jika perbandingan ini terlalu besar, emulgator sisa akan terbuang dengan sia-sia.
3.      Lamanya pendiaman.
Pengaruh ini bergantung pada kecepatan reaksinya. Sebaiknya reaksi berjalan selama waktu optimumnya.
4.      Kecepatan dan urutan pencampuran reagen.
5.      Suhu.
Suhu tergantung pada kondisi optimum reaksi.
6.      pH atau derajat keasaman.
pH berhubungan dengan emulgator.
7.      Kekuatan ion.
8.      Intensitas sinar.
Komponen-komponen yang terdapat pada turbidimeter adalah :
a.       Sumber cahaya
·         Lampu mercuri
·         Lampu tungsten
b.      Filter
·         Jika pelarut dan partikel terdispersi tidak berwarna maka digunakan filter light
·         Jika pelarut dan partikel terdispersi berwarna coklat maka digunakan filter dark
c.       Kuvet
·         Kuvet silinder
·         Kuvet semi octagonal
d.      Detektor
      Pada turbidimeter digunakan detector phototube.

Ukuran kuantitatif dari sinar yang dihamburkan sejajar dengan sinar semula disebut dengan turbidan (s), maka dapat dibuat suatu hubungan antara S, Pt, Po yaitu :
                     S  =  log Po/Pt = k b C
dimana:
S  =  turbidan                             Po        =  intensitas cahaya datang
K  =  konsentrasi                        C         =  konsentrasi             
B  =  tebal kuvet                                    P          =  intensitas cahaya yang       
Untuk memakai persamaan ini sebagai dasar perhitungan konsetrasi maka harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1.      Konsentrasi cuplikan tidak boleh terlalu tinggi / pekat karena jika suspensi terlalu pekat di samping sinar semula akan banyak pula sinar hamburan yang mencapai detector sehingga besarnya sinar yang ditransmisikan lebih besar dari sinar yang seharusnya.
2.      Ukuran partikel tidak boleh terlalu besar karena jika terlalu besar maka akan lebih banyak hamburan ke arah yang sama dengan sinar semula.
3.      Ukuran partikel tidak boleh terlalu kecil karena terlalu sedikit sinar yang ditransmisikan.
4.      Suspensi partikel penghambur sinar harus encer, ukuran partikel tidak boleh terlalu besar.
Turbidimeter merupakan alat yang digunakan untuk menguji kekeruhan, yang biasanya dilakukan pengujian adalah pada sampel cairan misalnya air. Salah satu parameter mutu yang sangat vital adalah kekeruhan yang kadang-kadang diabaikan karena dianggap sudah cukup dilihat saja atau alat ujinya yang tidak ada padahal hal tersebut dapat berpengaruh terhadap mutu. Oleh sebab itu untuk mengendalikan mutu dilakukan uji kekeruhan dengan alat turbidimeter. Ada beberapa cara praktis memeriksa kualitas air, yang paling langsung karena beberapa ukuran redaman (yaitu, pengurangan kekuatan) cahaya saat melewati kolom sampel air, Kekeruhan diukur dengan cara ini menggunakan alat yang disebut nephelometer dengan setup detektor ke sisi sinar. Satuan kekeruhan dari nephelometer dikalibrasi disebut Nephelometric Kekeruhan Unit (NTU). Kekeruhan di danau, waduk, saluran, dan laut dapat diukur dengan menggunakan Secchi disk. Kekeruhan di udara, yang menyebabkan redaman matahari, digunakan sebagai ukuran polusi. Untuk model redaman dari radiasi balok, beberapa parameter kekeruhan telah diperkenalkan, termasuk faktor kekeruhan Linke (TL). Kekeruhan (atau kabut) juga diterapkan untuk padatan transparan seperti kaca atau plastik. Dalam kabut produksi plastik didefinisikan sebagai persentase cahaya yang dibelokkan lebih dari 2,5 ° dari arah cahaya masuk.
Turbidimeter yaitu sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas tergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio Tyndall sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap pangkat empat panjang gelombangnya.
Prinsip spektroskopi absorbsi dapat digunakan pada turbidimeter dan nefelometer. Untuk turhidimeter, absorbsi akibat partikel yang tersuspensi diukur sedangkan pada nefelometer, hamburan cahaya oleh suspensilah yang diukur. Meskipun prcsisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai kegunaan praktis, sedangkan akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Setiap instrumen spektroskopi absorbsi dapat digunakan untuk turbidimeter, sedangkan nefelometer kurang sering digunakan pada analisis anorganik. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, absorbsi bervariasi secara Tinier terhadap konsentrasi, sedangkan pada konsentrasi lebih rendah untuk sistem koloid Te dan SnCl2, tembaga ferosianida dan sulfida-sulfida logam berat tidak demikian halnya. Kelarutan zat tersuspensi seharusnya kecil. Suatu gelatin pelindung koloid biasanya digunakan untuk membentuk suatu dispersi koloid yang seragam dan stabil.
Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu :
  •  Pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas cahaya yang datang
  •  Pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman dimana cahaya mulai tidak tampak di dalam lapisan medium yang keruh.
  •  Instrumen pengukur perbandingan Tyndall disebut sebagai Tyndall meter. Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung. Sedang pada nefelometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standar.
Beberapa senyawaan yang tak-dapat-larut, dalam jumlah-jumlah sedikit, dapat disiapkan dalam keadaan agregasi sedemikian sehingga diperoleh suspensi yang sedang-sedang stabilnya. Sifat-sifat dari suspensi akan berbeda-beda menurut konsentrasi fase terdispersinya. Bila cahaya dilewatkan melalui suspensi tersebut, sebagian dari energi radiasi yang jatuh dihamburkan dengan penyerapan, pemantulan, pembiasan, sementara sisanya ditransmisi (diteruskan). Pengukuran intensitas cahaya yang ditransmisi sebagai fungsi dari konsentrasi fase terdispersi adalah dasar dari analisis turbidimetri. Dalam membuat kurva kalibrasi dianjurkan dalam penerapan turbidimetri karena hubungan antara sifat-sifat optis suspensi dan konsentrasi fase terdispersinya paling jauh adalah semi empiris. Agar kekeruhan (turbidity) itu dapat diulang penyiapannya haruslah seseksama mungkin, endapan harus sangat halus. Intensitas cahaya bergantung pada banyaknya dan ukuran partikel dalam suspensi sehingga aplikasi analitik dapat dimungkinkan(Basset,dkk.,1994).
Prinsip spektroskopi absorbsi dapat digunakan pada turbidimeter, dan nefelometer. Untuk turbidimeter, absorpsi akibat partikel yang tersuspensi diukur sedangkan pada nefelometer, hamburan cahaya oleh suspensilah yang diukur. Meskipun presisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai kegunaan praktis, sedang akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Setiap instrument spektroskopi absorpsi dapat digunakan untuk turbidimeter, sedangkan nefelometer memerlukan resptor pada sudut 90oC terhadap lintasan cahaya. Metode nefelometer kurang sering digunakan pada analisis anorganik. Pada konsentrasi lebih tinggi, absorpsi bervariasi secara linear terhadap konsentrasi, sedangkan pada konsentrasi lebih rendah untuk sistem koloid Te dan SnCl2, tembaga ferrosianida dan sulfide-sulfida logam berat tidak demikian halnya. Kelarutan zat tersuspensi seharusnya kecil. Suatu gelatin pelindung koloid biasanya digunakan untuk membentuk suatu disperse koloid yang seragam dan stabil(Khopkar,1990).
Ketika menggunakan kurva kalibrasi konvensional, maka harus diketahui bahwa perbandingan respon/konsentrasi adalah sama baik di dalam sampel maupun didalam larutan standar.
Ada dua keadaan yang dapat menyebabkan ketidak-akuratan ketika menggunakan kurva kalibrasi, yaitu:
  1. Faktor-faktor yang berada didalam sample yang mengubah perbandingan respon/konsentrasi, tetapi faktor tersebut tidak ada didalam larutan standar (misalnya perubahan pH, kekuatan ion, kekeruhan, viskositas, gangguan kimia dan lain lain). Faktor-faktor tersebut akan mengubah kemiringan (slope) kurva kalibrasi.
  2. Faktor yang tampak/kelihatan pada alat pendeteksi misalnya warna atau kekeruhan sample yang menyerap atau menghamburkan cahaya pada panjang gelombang pengukuran. Faktor ini tidak berpengaruh terhadap slope kurva kalibrasi.

III.       PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
·         Peralatan Helige Turbidimeter
·         Labu ukur
·         Pipet gondok
·         Buret
·         Larutan standar sulfat 1000 ppm
·         BaCl2 – Tween 80
·         HCl 4 N
·         Aquadest
3.2 Cara kerja
Pembuatan larutan standar
1.      Dibuat larutan sulfat 100 ppm dengan mengencerkan larutan induk 1000 ppm SO42- dalam labu ukur 100 ml.
2.      Dibuat variasi larutan standar sulfat 0, 5, 10, 20, 30, dan 50 ppm dari larutan induk, diencerkan pada labu 50 ml.
3.      Ditambahkan pada masing-masingnya 2 ml HCl dan 2 ml campuran BaCl2 - Tween 80 lalu diencerkan sampai tanda batas, lakukan pengocokan.
4.      Dipindahkan pada wadah  sampel alat turbidimetri, ukur turbidannya dimulai dari pengukuran konsentrasi terkecil.
5.      Setiap selesai pengukuran dibilas wadah sampel dengan aquades.
Pemakaian alat
1.      Dihubungkan alat dengan sumber arus.
2.      Dihidupkan alat, biarkan stabil selama 5 menit.
3.      Dimasukkan larutan blanko ke dalam wadah sampel, pasangkan tutupnya dengan benar, jangan ada gelembung gas yang terperangkap.
4.      Diamati pembacaan dengan  alat Helige Turbidimeter.
5.      Diatur tombol adjust sampai didapatkan keadaan tercapainya pengamatan tepat bayangan baut-baur pada sistem indikatornya, dimana tidak terdapat bidang batas antara bagian lingkaran dalam dengan lingkaran luar pada sistem pengamatan.
6.      Dibaca skala yang ditunjukkan pada bagian indikatornya. Untuk masing-masing pengukuran dilakukan pengamatan minimal 2 kali dari arah datang yang berbeda.
7.      Diganti blanko dengan larutan standar  dan selanjutnya larutan sample / tugas, baca skala dengan cara yang sama.
8.      Dibuat kurva kalibrasi standar antara konsentrasi sulfat dan pembacaan indikator.
9.      Jika larutan sampel alam dimana cairannya bewarna maka diperlukan koreksi warna dengan memasangkan filter light untuk warna kuning-kuning kecoklatan dan filter dark untuk warna larutan coklat-coklat kehitaman.


DAFTAR PUSTAKA

Brink O.C. et. Al. 1993. Dasar-Dasar Ilmu Instrument, Bina Cipta : Bandung. hal 183, 204 – 206

Ismono. 1983. Cara-Cara Optic dalam Analisa Kimia, Departemen Kimia ITB : Bandung

Kopkar. 1990.  Konsep Dasar Kimia Analisa, Penerbit UI Press : Jakarta hal 207 – 213